Memaknai Arti Kemerdekaan, Refleksi 65 Tahun Indonesia (Katanya) Merdeka

Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hati kemerdekaan kita
Hari merdeka Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka

Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan

Kita tetap setia tetap setia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap setia
Membangun negara kita


Lagu gubahan H. Mutahar di atas selalu menggema di seluruh pelosok Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Lagu berjudul “Hari Merdeka” tersebut dengan bangga dan semangat dinyanyikan oleh semua masyarakat Indonesia tanpa mengenal batasan usia, ras, suku, ataupun agama. Namun, ada suatu esensi yang hilang dari semangat rakyat Indonesia yang menyanyikan lagu tersebut. Bagian yang hilang itu adalah memaknai kemerdekaan itu sendiri.

Seringkali kita bingung apabila ditanya apa sih arti merdeka yang sebenarnya. Seringkali juga kita dibuat bingung oleh orang yang menanyakan apakah Indonesia sudah merdeka saat ini sesuai dengan makna merdeka yang sebenarnya. Wajar, sangat wajar. Saat pertanyaan tersebut ditanyakan kepada saya, pastinya saya akan sedikit kebingungan. Kebingungan yang juga dirasakan hampir seluruh rakyat Indonesia.

Saya mendefinisikan merdeka adalah bebas dan lepas dari segala macam bentuk penjajahan. Penjajahan tersebut bisa berupa penjajahan fisik, pemikiran, ekonomi, sampai politik. Saya merasa definisi ini masih belum sempurna karena belum memaknai setiap arti kata merdeka secara menyeluruh. Namun, cukuplah untuk memandang merdeka secara garis besar.

Dari definisi yang saya dapat tersebut, saya kembali merujuk kepada pertanyaan yang kedua yaitu, Apakah Indonesia sudah merdeka?? Jawaban saya adalah belum. Tanpa ada keraguan saya pasti menjawab Indonesia belum merdeka. Alasannya adalah karena ternyata Indonesia belum bisa terlepas dan terbebas dari segala bentuk penjajahan.

Buktinya dapat kita lihat di sekitar kita. Memang, penjajahan dalam bentuk fisik saat ini sudah tidak ada karena terakhir kali adanya perjuangan fisik adalah ketika perang kemerdekaan. Namun, penjajahan selain fisik lah yang merajalela di tanah air tercinta ini.

Paling mudah kita bisa melihat dalam bidang ekonomi. Adanya intervensi yang berlebihan dari IMF alias International Monetary Fund membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk. Alih-alih memberikan solusi dari permasalahan ekonomi yang seperti tiada ujung, IMF justru mempercepat waktu kematian bagi perekonomian Indonesia. Melalui program utang dan hibahnya, IMF telah membius para punggawa ekonomi Indonesia untuk terus meminta belas kasihan negara maju dalam memperbaiki ekonomi Indonesia.

Penjajahan ekonomi Indonesia tidak berhenti sampai di situ. Adanya banjir barang-barang produksi luar negeri mematikan unit usaha dalam negeri. Masyarakat lebih bangga apabila memakai barang merek luar negeri dibanding produksi lokal. Bahkan cukup banyak yang sengaja belanja di luar negeri hanya untuk membeli sebuah merek tertentu. Pada akhirnya, kondisi seperti ini akan membuat mental bangsa ini menjadi mental konsumen. Mental inilah yang membuat orang malas berusaha dan berkreasi, kemudian bertambah parah dan menjadi mental peniru. Mental konsumen dan peniru ini yang sekarang banyak terdapat di tengah-tengah masyarakat kita.

Itu baru dari bidang ekonomi. Bagaimana dengan penjajahan pemikiran yang dilancarkan oleh bangsa-bangsa lain yang tidak suka dengan kemajuan Indonesia?? Seperti kita ketahui, pihak barat yang diwakili negara-negara Eropa dan Amerika sangat mengkhawatirkan apabila nantinya Indonesia bisa maju. Untuk itulah mereka menyuapi kita dengan berbagai macam budaya dan pemikiran yang destruktif dan buruk.

Invasi pemikiran ini seringkali tidak kita sadari. Padahal bentuk-bentuk invasi ini sangat banyak beredar di sekeliling kita. Budaya freesex, narkoba, balap liar, dugem, ataupun mode mungkin menjadi contoh paling nyata yang tampak jelas. Kenyataannya, masih banyak agenda terselubung yang pihak barat sisipkan di antara cara-cara sederhana mereka. Film, kartun, komik, sepakbola, pergaulan, majalah, internet, ataupun berbagai bentuk media adalah sarana untuk menginvasi budaya dan perikehidupan di Indonesia.

Pertanyaannya, apakah kita telah menyadari invasi ini?? Apabila kita telah sadar, maka bersyukurlah. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengingatkan saudara sebangsa yang lain akan bahaya ini. Ditambah juga berusaha untuk meminimalisir pengaruh buruk dari budaya barat tersebut. Caranya dengan melakukan proses filtrasi terhadap apa yang disodorkan Barat kepada kita. Jangan langsung kita telan bulat-bulat. Insya Allah setelah kita filter, yang tersisa hanya budaya baik yang sebaiknya kita ikuti karena justru bisa memperbaiki kualitas kehidupan di Indonesia.

Penjajahan jenis lain yang terjadi di Indonesia adalah penjajahan sosial politik. Bentuk penjajahannya dapat terlihat dari peran serta bangsa Indonesia dalam percaturan politik dunia. Indonesia sebagai negara berkembang yang sering pula disebut negara dunia ketiga sampai sekarang masih dianggap sebagai anak tiri yang tidak terlalu signifikan keberadaannya di dunia. Buktinya adalah ketika Bapak Presiden yang terhormat mengutuk dan mendesak pihak Israel untuk menghentikan agresinya ke Lebanon dan Palestina, Israel hanya cuek saja. Bahasa gaulnya mungkin seperti “Siapa sih lo??”

Penjajahan politik terkait erat dengan wibawa Indonesia di mata Internasional. Saat ini, Indonesia seakan tidak ada wibawanya sama sekali. Kenapa bisa terjadi sampai seperti itu?? Indonesia yang kita banggakan sebagai negeri yang sangat subur dan makmur ini ternyata hobinya ngutang, selalu minta bantuan negara lain. Bagaimana bisa berwibawa apabila hanya bisanya menumpuk hutang dan meminta belas kasihan bangsa lain.

Kondisi yang telah saya paparkan di atas seharusnya menjadi bahan refleksi diri kita. Apakah kita menjadi bagian yang membuat Indonesia semakin terpuruk. Atau bahkan menjadi bagian yang merusak negeri ini. Pasti tidak ada di antara rakyat Indonesia yang berjiwa dan berakal sehat yang menginginkan Indonesia tidak merdeka. Sekaranglah tugas kita untuk bersama-sama memperbaiki kondisi Indonesia yang sudah kronis ini. Sekaranglah saatnya.

Saya sendiri tidak pernah berandai-andai untuk menjadi Bapak Presiden Indonesia yang terhormat. Saya khawatir, dengan saya terlalu banyak berandai-andai, saya tidak dapat berpartisipasi dalam proses perbaikan Indonesia. Yang saya bisa lakukan hanya sebuah langkah kecil, yang dimulai dari diri saya sendiri. Harapan saya juga agar semua saudara sebangsa dan setanah air bisa memulai dengan langkah kecil itu dari diri mereka sendiri. Insya Allah, dengan dimulai dari langkah kecil tersebut, visi masa depan kita agar Indonesia bisa lebih baik dapat terwujud.

Langkah kecil tersebut dapat berupa penyadaran seperti yang sedang anda baca ini. Atau bisa juga dalam bentuk keteladanan. Atau paling mudah adalah dengan meminimalisir sifat dan sikap terjajah dalam diri kita. Cobalah untuk mengurangi ketergantungan pribadi kita kepada orang lain. Dengan pengurangan sedikit demi sedikit ini, akhirnya adalah kemandirian yang bermuara pada Kemerdekaan dalam arti yang sebenarnya.

Semoga apa yang saya tulis ini dapat menjadi sebuat bentuk penyadaran dan pengingatan bahwa kerja juang kita masih panjang. Mari kita satukan visi kita bahwa Indonesia harus menjadi lebih baik, saat ini dan selanjutnya.

Dirgahayu ke-65 Republik Indonesia !!
Tidak ada komentar

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda, TIM admin akan segera membalas, dan memberikan jawaban terhadap pertanyaan anda,